Pages

Thursday, November 17, 2011

Zanetta House for Shawl Collection part three :)






I have a new material for shawl.. This material's name peachskin.. I love this material and motif of course.. And i hope you like it too :)
Bahannya jatuh tapi tidak transparant sepeti shiffon.. I love it.. :)

Sunday, November 13, 2011

The inspiration Zanetta House - Wide Dress


Dian Pelangi - Wide Dress


Ria Miranda Wide Dress


Zanetta House Wide Dress

Our inspiration from Dian Pelangi and Ria Miranda. We combine two product and the result is Zanetta House Wide Dress. Produk ini serupa tetapi tetap tidak. Kami tidak mebuat sama persis karena kami tidak mau menjadi plagiat atau peniru. Tetapi memang mereka berdua adalah inspirasi kami.
Kami sangat menerima masukan dari teman-teman sekalian terutama dalam request warna :)


Love and Kiss,
Zanetta House

Zanetta House launching first collection :)


Zanetta House - Wide Dress
Colour : Misty White
Price : 225.000
fit to XL :)

 Zanetta House - Wide Dress
Colour : Misty Red
Price : 225.000
fit to XL :)


 You can mix and match with batwing cardigans by Dian Pelangi :)



 You can mix and match with batwing cardigans by Dian Pelangi :)



Love and Kiss,
Zanetta House

Mengngkapkan Keindahan Islam

Topik poligami seringkali menuai respon yang ‘ramai’ dari kalangan perempuan. Dengan mengusung tema Rediscovering The Beauty of Islam, sebuah acara yang menghadirkan pembicara tunggal Prof. Dr. H. Siti Musdah Mulia, MA, cendikiawan muslim serta pejuang kesetaraan gender dan pluralism.
Bermula dari sebuah pertanyaan, “Apakah memberikan izin berpoligami kepada suami merupakan salah satu jalan meraih surga?” Sontak reaksi peserta yang hadir begitu riuh. Nah, bagaimana sebenarnya poligami di mata Islam? Musdah menjelaskan, “Isalam bukanlah agama yang memperkenalkan poligami. Sebab, poligami telah menjadi budaya jauh sebelum Islam datang. Bahkan, pada masa Arab Jahiliyah, poligami dan prostitusi telah menjadi tradisi.

Angkat Martabat Perempuan..
Lanjut Musdah, Islam justru memperkenalkan perkawinan monogami, seperti yang diterapkan oleh Nabi Muhammad dengan Siti Khadijah, sampai sang istri meninggal dunia. Bahkan beliau sempat menduda selama tiga tahun sebelum menikah kembali. Padahal, pada zaman itu masyarakat Arab Jahiliyah bebas berpoligami dengan puluhan bahkan ratusan istri. Selain itu, Islam pun memberlakukan persyaratan poligami yang sebenarnya tidak mudah, yakni mampu secara financial, bisa bersikap adil dan yang terpenting, atas persetujuan ikhlas dari istri (sebelumnya). Bahkan kini beberapa Negara Islam seperti Tunisia, Maroko, dan Turki mengharamkan poligami ditetapkan dalam undang-undang negaranya. “Bila ada yang melanggar, mereka bisa dituntut secara pidana,” ujar Musdah.
Pemahaman yang keliru mengenai poligami cenderung memposisikan Islam sebagai agama yang tidak berpihak kepada kaum perempuan. Padahal, menurut Musdah, kehadiran Islam justru telah mengangkat martabat perempuan sebagai makhluk Tuhan. Salah satu perilaku Arab Jahiliyah adalah menempatkan perempuan semata hanya sebagai objek seksual. "Kalau seorang suami meninggal, istrinya menjadi komoditi yang diwariskan. Kalau masih muda dan cantik, ia dijadikan istri oleh ahli warisnya, tapi kalau sudah tua dan peyot dijadikan budak. Islam datang untuk memberikan pengakuan atas keberadaan perempuan sebagai manusia yang utuh dan sebagai khalifah fil ardh atau utusan Allah di muka bumi yang tidak berbeda dengan laki-laki," papar dosen pascasarjana UIN Syarif Hidayatulla Jakarta ini.
Lantas, bagaimana menyikapi paradigma budaya patrialisme yang menempatkan laki-laki di atas perempuan, yang masih melekat dalam masyarakat kita? Menurut Musdah, perlu dilakukan dekontruksi budaya. "Budaya adalah konstruksi sosial buatan manusia. Dekonstruksi  suatu budaya bisa dimulai dari lingkungan keluarga dengan mendidik anak laki-laki dan perempuan tanpa perbedaan, dan menunjukkan keduanya sebagai partner yang setara. Kenapa harus perempuan yang menyiapkan kopi? Kenapa tidak saling menyiapkan satu sama lain atau tergantung siapa yang punya waktu? Untuk melakukan pekerjaan rumah tangga tidak memerlukan payu****h kan?? Jadi perlu pembelajaran dan pembiasaan sejak kecil," saran Musdah, yang disambut tepuk tangan riuh.
'Memanusiakan' kaum perempuan dalam pandangan Islam terlihat pula dalam aturan pembagian hak waris. Setelah kehadiran Islam, perempuan yang awalnya dianggap tidak berhak menerima warisan, diperhitungkan sebagai ahli waris seperti halnya laki-laki. Kini, menurut Musdah, kesadaran kemanusiaan masyarakat modern   telah tumbuh cukup signifikan. Dampaknya, penghargaan terhadap perempuan pun semakin meningkat.

(Artikel Diambil dari Pesona Oktober 2011 | No. 10 Tahun IX ; halaman 122)


Love and Kiss,
Zanetta House

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...